Rabu, 13 Mei 2020

Susahnya Jadi Menaker Saat Ini

Paling tidak, terdaapat 3 hal yang saat ini dihadapi dan memusingkan kepala Menteri Tenaga Kerja R.I, Ida Fauziyah, yaitu Pandemi COVID-19 yang mengganggu produktivitas kerja dan perusahaan, PHK yang mulai marak dan cenderung terus meluas dan yang terakhir adalah mulai dibaginya Tunjangan Hari Raya (THR)  bagi buruh / pekerja

Menyoal THR, maka nampak sekali bahwa Menaker kita ini mulai berkurang tenaganya dengan dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Covid-19. Secara umum, SE tersebut mengatur bahwa THR bagi karyawan boleh ditunda pembayarannya atau dicicil. 
 
Tidak ada yang salah sebenarnya dari SE tersebut. Hal yang menjadikan salah adalah tafsir yang dilakukan bahwa banyak Perusahaan bahwa boleh menunda atau memberikan secara bertahap (mencicil) THR yang menjadi hak pekerja tanpa melakukan diskusi dan membangun kesepakatan dengan pekerja. Sebagaimana diketahui bersama, THR telah menjadi kewajiban bagi perusahaan untuk memberikannya setiap tahun sesuai dengan Hari Besar Keagamaan masing - masing karyawan.

Kondisi memang sulit dan rumit, namun saran saya buatlah keputusan untuk membuat kondisi menjadi lebih jelas dengan mengurai kerumitan. Polemik ini karena setelah SE keluar, perusahaan mulai ancang - ancang menunda atau mencicil pemberian THR bagi karyawan. Sementara disisi lain, Ibu Menteri juga tetap menghimbau bahwa Perusahaan wajib membayar THR minimal 7 hari sebelum jatuhnya hari raya keagamaan.

Saran saya, Ibu Menteri bikin kebijakan yang memperjeas kondisi atau mengurai keadaan yang rumit ini. Contohlah Pak Bos Ibu, Pak Jokowi  yang berani buat kebijakan yang mendobrak seperti yang dilakukan atas UMP.  Sebelumnya tiap tahun Buruh dan Pengusaha bertengkar tentang UMP di dewan pengupahan, namun setelah ditetapkan formula dan batasan UMP, maka demo tahunan Buruh atau keluhan tahunan pengusaha atas UMP jauh lebih terkendali. Orang yang paling dirugikan dari kebijakan ini adalah  politisi - politisi yang memainkan isu UMP ini tiap tahun untuk mendapatkan kedudukan tertentu, atau menggoyang posisi dan kebijakan tertentu lainnya. Tidak ada lagi Bupati atau Gubernur yang bisa memainkan isu UMP ini di dalam kampanyenya. Memang jadi pejabat itu susah, siapa bilang mudah. Kalau ada yang bilang mudah pasti tidak amanah.

Mari menjadi manusia yang substantif dengan tampil berani dan apa adanya. Jangan jadi "pemanis buatan" di saat masyrakat sedang memperjuangkan kelangsungan hidupnya. Yuk ambil peran untuk kemajuan Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar