Beberapa bulan yang lalu, ketika sedang duduk – duduk menunggu antrian service di sebuah bengkel kendaraan bermotor, mata saya terhenti ketika melihat rak koran yang disediakan karena sebuah judul berita yang dituis dengan cukup besar di sebuah koran yang dipajang. Judul tulisan itu adalah “Gaji PNS bakal Berbasis Kinerja”. Hmmm….pikiran langsung terbang melayang, berarti selama ini gaji PNS basisnya apa ya?
Beberapa tahun yang lalu, pemerintah pernah menggembar gemborkan akan adanya reformasi birokrasi, termasuk di dalamnya adalah remunerasi bagi ASN. Kementerian keuangan yang dipimpin Sri Mulyani waktu itu termasuk salah satu kementerian yang disorot publik (di samping lembaga peradilan) karena banyaknya kasus korupsi terkait pajak yang mendera kementerian ini Namun kira – kira apa ya hasilnya yang bisa dirasakan rakyat saat ini ?
Ketika Jokowi dan Ahok berduet di DKI Jakarta, harus diakui bahwa dengan Management By Wandering Around (MBWA) maka Jokowi bisa melihat lebih jelas kondisi pelayanan publik di DKI Jakarta. Hasilnya, mulai muncul istilah lelang jabatan bagi ASN. Outcome dari itu semua, maka pelayanan publik di DKI Jakarta meningkat drastis. Hal ini didorong juga dengan Tunjangan Kinerja yang cukup menggiurkan orang untuk berkinerja tinggi dengan supervisi yang ketat serta kewenangan Gubernur untuk memasukkan orang – orang di luar struktur birokrasi untuk mendorong kinerja birokrasi.
Kembali ke tulisan artikel tentang PNS di Koran tadi, maka setelah membaca artikel tersebut, saran paling pertama bagi pemerintah untuk membangun kinerja ASN adalah dengan menyamakan sumber hukum pengaturan remunerasi ASN sebagai buruh negeri dengan pekerja / karyawan sebagai buruh swasta. UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sempat menimbulkan kegaduhan publik, terutama di klaster ketenagakerjaan pada akhirnya membangun kesenjangan yang semakin lebar antara buruh negeri dan burush swasta.
Mendasarkan remunerasi (gaji) pada kinerja adalah sudah menjadi sebuah keharusan dan menjadi akal sehat bagi setiap pengelolaan pekerja. Hal ini karena sifat kinerja adalah menghasilkan output dan outcome yang bersifat variable dan bisa berubah setiap waktunya. Artinya, kalau hari ini kinerja pekerja rendah ya akan dibayar rendah, dan apabila kinerja pekerja tinggi ya akan dibayar tinggi. Kinerja jelas tidak berhubungan dengan usia karena bisa saja usia tua tapi kalah dengan yang berusia muda dari sisi kinerjanya.
Jadi tidak perlulah sebenarnya pemerintah beretorika terlalu panjang, cobalah untuk merujuk pada UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam upaya reformasi birokrasi. Saya jamin, ASN akan berfikir ulang untuk mencuri waktu belanja ke pasar atau berlama – lama di warung kopi. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar